Seputar Mitos Seksualitas Perempuan

Berikut ini adalah beberapa mitos terkait seksualitas perempuan heteroseksual yang sering beredar dimasyarakat, dan sering ditanyakan oleh perempuan dan juga laki-laki:

Mitos I: Hasrat Seksual Perempuan tidak sebesar Laki-laki

Faktanya: Tidak ada perbedaan antara hasrat dan dorongan seksual perempuan dan laki-laki. Hasrat seksual dan kenikmatan seksual perempuan bisa sama besar dan/sama kecilnya dengan laki-laki. Karena organ seksual hampir sama. Contoh: clitoris perempuan punya susunan syaraf yang identik dengan syaraf pada kepala penis laki-laki. Yang membedakan adalah, pada banyak budaya, perempuan diajarkan dan dituntut untuk tidak boleh mempertunjukkan hasrat/dorongan seksual serta seksualitasnya pada orang lain. Perempuan yang mempertunjukkan sikap dan perilaku yang berlawanan dengan tuntutan dan tekanan sosial masyarakat ini, akan dicap dan di-stigma sebagai perempuan “tidak baik-baik”. Hal ini mendorong perempuan untuk berupaya tidak menunjukkan hasrat seksualnya kepada orang lain, bahkan pasangannya sekalipun; mereka jadi terlihat pasif dalam hal dorongan seksual. Satu hal yang pasti, tiap perempuan akan berbeda-beda dalam hal tingkat/level hasrat/dorongan seksualnya. Bahkan pada satu individu perempuan, ada saat-saat tertentu dimana hasrat/dorongan seksual ini bisa meningkat ataupu menurun – misalnya selama kehamilan, beberapa perempuan bisa mengalami penurunan hasrat seksual.

Mitos II: Perempuan punya hasrat seksual yang jauh lebih besar dari laki-laki, sehingga harus dikontrol/dicegah, misalnya lewat mutilasi genital perempuan/sunat perempuan.

Faktanya: Lihat Fakta dari Mitos I di atas. Tidak ada perbedaan antara hasrat/dorongan seksua llaki-laki dan perempuan, karena faktor biologisnya. Malahan, jika kita memasukkan faktor sosial-budaya, dimana di banyak budaya, salah satu indikator laki-laki jantan adalah yang terus-menerus mempunyai hasrat/dorongans eksual yang besar, maka laki-laki biasa mempertunjukkan hasrat/dorongan seksual yang sangat besar, yang mudah diterima oleh masyarakat (mis.nya memiliki istri lebih dari satu untuk menghindarkan zinah). Hal ini diperbesar lagi, oleh adanya beberapa budaya yang memperbolehkan laki-laki melakukan pemaksaan seksual kepada pasangannya

Mitos III. Perempuan akan terpuaskan secara seksual apabila melakukan hubungan seksual dengan penis yang besar dan panjang.

Faktanya: Kenikmatan seksual pada perempuan biasanya tercapai apabila ada cukup pemanasan/foreplay, karena banyak perempuan butuh waktu untuk membangkitkan hasrat seksualnya. Dengan pemanasan yang cukup, ditambah dengan perangsangan yang tepat pada organ-organ seksual perempuan – terutama pada klitoris (daging kecil yang menonjol dibagian luar kelamin perempuan – biasa juga disebut dengan “kacang”) dan pada Titik G (daerah pada dinding depan vagina, kira-kira 3-5 cm dari mulut liang vagina). Untuk merangsang dua organ seksual pada perempuan yang cukup penting ini, tidak diperlukan penis dengan ukuran raksasa.  Hanya dibutuhkan ketrampilan dan teknik yang tepat untuk merangsangnya. Sekali lagi, yang paling penting adalah adanya situasi/suasana yang membangkitkan ‘mood’ perempuan untuk memulai aktifitas seksual, foreplay/pemanasan yang cukup, dan teknik yang tepat untuk merangsang klitori dan titik G. Untuk merangsang clitoris dan Titik G secara bersamaan, maka posisi ‘woman on top’ (Perempuan di atas) adalah pilihan terbaik untuk posisi berhubungan seksual.

Mitos IV. Perempuan senang apabila hubungan seks dilakukan dengan keras/kasar dan dengan tempo yang cepat. Persis seperti yang ditunjukkan oleh kebanyakan film BF/Porno

Fakta: Dalam kehidupan nyata, jarang sekali perempuan komplen pada pasangannya, tentang aktifitas seks yang kurang kasar/keras ataupun kurang cepat temponya. Banyak perempuan yang lebih menginginkan ‘terhubung’/’connected’ dengan pasangannya selama berhubungan seksual, ingin mendapatkan perlakuan yang lebih lembut dan perlahan, dengan lebih banyak sentuhan pada area-area sensitif di tubuhnya. Oleh karena itu, penting untuk pasangan mengetahui area-area sensitive pada perempuan pasangannya, agar dapat melakukan sentuhan-sentuhan tersebut. Area-area sensitive pada perempuan ini akan berbeda-beda antara satu perempuan dan perempuan lain, dan bisa saja pada satu individu perempuan, area sensitive ini berubah-ubah pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, pada beberapa perempuan dimana area sensitifnya adalah puting susu ataupun payudara, bisa saja pada saat menjelang haid, area-area ini menjadi area yang terlalu sensitive untuk disentuh – dan malah menimbulkan rasa nyeri dan bukan kenikmatan.  Komunikasi dengan pasangan, menjadi sangat penting.

Mitos V. Semakin lama durasi hubungan seksual, semakin menyenangkan untuk perempuan.

Fakta: “Haduh, dia pikir saya suka berlama-lama mengangkang dibawah badannya?” Inilah salah satu curhat klien saya, ketika menjelaskan tentang keluhan ketidaknyamanannya karena durasi hubungan seksual yang terlalu lama dengan pasangan. Dan perempuan ini tidak sendirian. Ada banyak perempuan yang tidak merasa nikmat apabila hubungan seksual berlangsung terlalu lama. Apalagi, jika mereka mengingat bahwa besok pagi harus bangun pagi untuk menyiapkan keperluan rumah tangga, ataupun saat mereka ketakutan anak akan terbangun, apabila anak masih tidur bersama orang tua. Kenikmatan seksual perempuan tidak bergantung dari lamanya durasi hubungan seksual. Tentunya anda mungkin pernah mendengar “Quickie Seks” (hubungan seksual dengan durasi yang sangat cepat ala blitzkrieg, dan biasanya dilakukan karena masyarakat yang serba sibuk), dan ada beberapa perempuan yang bisa mencapai orgasme dengan cara hubungan seks “quickie” seperti ini.

Mitos VI. Menghiasi penis dengan asesoris seperti bulu-bulu binatang, ataupun bola-bola kecil, bisa membuat perempuan mengalami kenikmatan seksual yang luar biasa

Fakta: Banyak perempuan merasa “ngeri” dan ketakutan melihat asesoris semacam ini pada penis pasangannya. Dan banyak dari mereka yang kemudian mengeluhkan ketidaknyamanan atau nyeri akibat asesoris-asesoris tersebut, saat berhubungan seksual dengan pasangannya itu. Selain itu, ada beberapa asesoris ini yang biasanya dapat menimbulkan per-luka-an pada dinding vagina perempuan, yang kemudian dapat meningkatkan resiko penularan HIV dan infeksi lainnya dari laki-laki pada perempuan ataupun sebaliknya.

Penutup – Seksualitas Yang Sehat

Satu hal yang pasti untuk mengatasi mitos-mitos seperti ini, jangan jadikan film-film BF/Porno sebagai referensi tunggal anda dalam berhubungan seksual. Karena film-film ini banyak yang tidak berbasis realitas, dan bisa menimbulkan asumsi-asumsi yang salah karena komponen terpenting dari hubungan seksual yang sehat, yaitu relasi dan keintiman, sering tidak tergambarkan dalam film-film seperti ini.

Seksualitas yang sehat (menurut model CERTS – Consent, Equality, Respect, Trust, Safety – dari Wendy Maltz) mempunyai 5 komponen yang harus terpenuhi:

1. Adanya KONSENT ataupun persetujuan dari kedua belah pihak untuk memilih melakukan ataupu ntidak melakukan aktifitas seksual, juga memilih bentuk aktifitas seksual yang akan dilakukan

2.  Adanya KESETARAAN dalam melakukan aktifitas seksual dan juga memilih bentuk aktifitas seksual yang mengarah pada kepuasan kedua belah pihak. Tidak ada pihak yang mendominasi ataupun mengintimidasi

3. Rasa saling MENGHORMATI atas tubuh sendiri dan tubuh pasangan serta pilihan-pilihan terkait aktifitas seksual ataupun seksualitas yang dibuat oleh pasangan

4. Rasa saling PERCAYA,  dimana kedua belah pihak saling mempercayai pasangannya terhadap segala sesuatu yang terkait  dengan seksualitas dan kerentanannya, eg. percaya bahwa pasangan tidak akan terpengaruh oleh bentuk/penampilan fisik yang terlalu gemuk/kurus;

5. Merasa AMAN, kedua pasangan merasa aman dan tenteram dalam setting seksual – bisa menyampaikan dengan mudah dan asertif  apa yang ada dalam pikiran dan perasaannya terkait aktifitas seksual dan merasa aman terbebaskan dari kemungkinan kehamilan yang tidak direncanakan, infeksi menular seksual dan perlukaan fisik

Leave a comment